Search This Blog

Friday 2 December 2016

Membuat Mayat Bicara Versi Detective




Kalau lihat foto ini jadi teringat saat-saat kebersamaan bersama dokter forensic Edi Syahputra Hasibuan dalam tempat kejadian perkara. Bagaimana mengungkap tabir peristiwa kejahatan kasus pembunuhan yang dibuat seolah olah murni kasus kecelakaan.
Kasus ini mirip dalam serial Detective Conan yang dibuat oleh Aoyama Gosho yang booming dan banyak penggemarnya.
Insting dan naluri dilokasi kejadian sangat2 perlu digunakan untuk mencium aroma yang ada di lokasi, tatapan mata dari setiap sudut penjuru rumah tak pernah henti dan putus hanya untuk melihat segala kemungkinan yang ada terjadi.
Banyak ilmu dan pengalaman didapat bersama team baik bersama dokter forensic maupun anggota lainnya dari tiap2 lokasi yang di kunjungi. 
Kebenaran tetaplah kebenaran bagaimanapun itu akan muncul kepermukaan dalam istilah yg biasa kami kenal yaitu " tidak ada kejadian atau peristiwa yang sempurna dan tidak meninggalkan jejak ".
Mungkin disinilah letak keunikan kami bagaimana membuat MAYAT/JENAZAH berbicara untuk menjelaskan siapa pelaku pembunuhnya. Percaya atau tidak dari setiap genggaman tangan mayat atau jenazah yang kaku hingga lemas kami pegang tersimpan makna pengharapan untuk membuka tabir peristiwa sebenarnya.
Yang jelas doa yang kami panjatkan kepada SANG PENCIPTA adalah agar diberikan segala kemudahan segala urusan berkenaan dengan kasus ini.
Tidak ada yang mustahil dalam hidup ini jika kita mau berusaha dan berdoa dlm bekerja segalanya kita serahkan kepada ALLAH SWT


Sang Pemburu Mayat





Tidak mudah memang memahami pekerjaan ini, tapi disinilah letak bedanya kami Forensic Lapangan (INAFIS) dengan satuan yg lain yg bersentuhan langsung dengan tempat kejadian.  Hujan, panas, bau busuk dan berlendir bahkan ditambah hiasan belatung/ulat yang bergerak bebas diantara tubuh jenazah yang akan membuat muntah siapapun yg melihat/menciumnya dengan jarak tempuh yangg cukup jauh kami lalui bahkan hingga harus berjalan kaki sampai 4 kilo jauhnya hanya untuk mencari korban dan mengungkap jati dirinya ditambah dengan alat kerja yg berat harus kami bawa kelokasi.Cucuran keringat sudah tidak terhitung mengalir disela-sela tubuh dan membuat seragam kami basah bahkan kotor oleh lumpur atau tanah yg becek kami lalui. 





Senyum kecil terlontar dari rasa syukur kami ketika melihat korban sudah terlihat dan tiba waktunya untuk dilakukan proses identifikasi namun disekeliling banyak sorot mata yang memandang dengan sejuta pertanyaan diluar garis pembatas (police line) melihat kami ketika mengeluarkan peralatan mulai dari masker,sarung tangan,panah dan alat identifikasi lainnya.Tapi disinilah pilihan tugas yg kami senangi yg tidak semua orang mudah memahami yg benar-benar langsung bersentuhan dengan tempat kejadian. We love INAFIS.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/agunginafis/sang-pemburu-mayat_583d26962523bd810f972984
                             http://www.kalbariana.com/2016/11/pemburu-sidik-jari-mayat.html?spref=fb
                             http://www.pontianakpost.co.id/kisah-pemburu-mayat-tim-inafis-polresta-pontianak     

Sosok Inspiratif Dalam Dunia Forensic





JUAN VUSETICH ada seorang polisi hebat yang sosoknya menjadi inspirasi buat saya bagaimana mengungkap suatu kasus pembunuhan dijaman yang serba sederhana, baik alat maupun pengetahuan namun berkat kejelian dan analisanya yang cemerlang dpat mengungkap kasus pembunuhan yang saat itu cukup menjadi perhatian masyarakat......dengan metode sidik jari yang dia gunakan akhirnya pelaku pembunuhan tersebut dapat diungkap. 

Dan dia adalah Seorang polisi Argentina yang mempelajari TIPE PATERN GALTON yang pertama kali membuat identifikasi sidik jari untuk kriminal, yang berhasil membuktikan tersangka pembunuhan berdasarkan sidik jari yang ditemukan di tkp.Tahun 1891 COMISARIO DON JUAN VUCETICH menyusun file pertama bagi seperangkat sidik jari untuk keperluan kepolisian yang disebut SISTEM VUCETICH. Kemampuannya dalam mengolah dan mengungkap tempat kejadian perkara tidak diragukan lagi,JUAN VUSETICH dilahirkan pada tanggal 20 Juli 1858 di Dolores, provinsi Buenos Aires, Argentina dan meninggal pada tanggal 25 Januari 1925. Dia menciptakan Kantor Identifikasi dan kemudian antropometri Dactiloscopía Center di mana ia menjadi direktur. 

Pada 1 September 1891 Vucetich membuat kartu sidik jari pertama di dunia dengan jejak kaki dari 23 terdakwa, dan didirikan sebagai Hari Dunia sidik jari. Setelah memverifikasi metode dengan 645 narapidana di penjara La Plata pada tahun 1894 Buenos Aires Polisi resmi menetapkan ea ra . Pada tahun 1905 , ea ra sidik jari ( awalnya disebut “ icnofalangometría “ ) didirikan oleh Ibu Polisi Federal ( Federal Police masa depan Argentina ). Pada tahun 1907 Paris Academy of Sciences dilaporkan kepada ea ra bahwa metode identifikasi orang yang dikembangkan oleh Vucetich adalah yang paling akurat dikenal saat itu. Adapun Kasus pembunuhan pembunuhan tersebut yang ia hadapi/tangani yaitu kasus  pembunuhan terhadap dua orang anak laki-laki FRANSESCA ROJAS,dimana dia menuduh tetangganya telah membunuh kedua anaknya. Oleh JUAN VUSETICH, Sidik jari yang mengandung bercak darah yang ada ditemukan pada pintu dekat lokasi kejadian dimana korban ditemukan,pintu tersebut kemudian dilepas dan dibawa kepusat identifikasi bersamaan dengan sidik jari yang diduga tersangka dan ROJAS.  Sidik jari ROJAS kemudian diperiksa atau diperbandingkan dengan sidik jari latent yang ditemukan ditempat kejadian perkara ( TKP ) dan akhirnya dia mengaku membunuh kedua anaknya. 

Dengan demikian betapa pentingnya sidik jari dalam suatu perkara pidana guna menentukan siapa identititas atau pemilik sidik jari tersebut. Dia berhasil membuktikan Francisca Rojas bersalah atas pembunuhan setelah menunjukkan sidik jari berdarah yang ditemukan di lokasi kejadian adalah miliki wanita tersebut. Dari sejarah beliau bahwa kejelian dan ketelitian dalam mengolah tempat kejadian perkara/TKP itu sangat diperlukan,sekecil apapun barang bukt yang ditemukan sangat menentukan pengungkapan suatu perestiwa pidana.Saat berada dilokasi tkp kita dituntut untuk sebanyak mungkin mendapatkan barang bukti yang berada dilokasi.Masih banyak lagi sosok detective/polisi yang menginspirasi dalam dunia forensic yang bisa kita contoh.(Agung Inafis)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/agunginafis/sosok-inspiratif-dalam-dunia-forensic-tkp_57e37714719373f20c3a898c

Keberadaan & Publikasi Saat Di TKP






Masyarakat kita hampir 80 persen blm memahami arti penting tkp dan hal2 mana yg perlu di publikasikan.Keingin tahuan masyarakat terhadap suatu kejadian sangat luar biasa terkadang tidak bisa membedakan mana yg dilarang dan mana yang tidak ketika berada di lokasi kejadian.Keberadaan masyarakat pada saat berada di lokasi bisa kita lihat di media cetak maupun elektronik bahkan disekitar kita. Bayangkan jika saat kejadian, petugas kepolisian belum berada di lokasi tersebut kemudian banyak masyarakat yang masuk dan merusak tkp baik disengaja maupun tidak karena rasa ingin tahu yang besar untuk melihat dan mendokumentasikan kejadian dengan ponsel selanjutnya mempublikasikan korban tanpa sensor,yang menurut kemanusiaan tidak layak untuk ditayangkan tentu akan membuat luka atau kesedihan keluarga korban yang ditinggal.Sebagai contoh penemuan korban peristiwa laka lantas atau peristiwa pembunuhan di lokasi kejadian langsung di abadikan dan dikirim ke medsos tanpa sensor dan empati terhadap peristiwa tsb.

Keberadaan di lokasi kejadian haruslah sesuai porsinya dalam artian hanya petugas kepolisian yang mempunyai wewenang untuk masuk,bekerja dan mengumpulkan barang bukti bahkan memeriksa korban jika ditemukan berada di lokasi tkp.Kalaupun ingin mendokumentasikan suatu tempat kejadian haruslah berada diluar garis polisi atau police line dan untuk gambar yang diekspos dimana terdapat korban haruslah di blur, sesuai kode etik penayangan /pemberitaan. Hak azazi manusia harus kita junjung tinggi sehingga timbul rasa empati terhadap korban atau keluarga korban. TKP adalah pusatnya barang bukti,dimana 99% proses pengungkapan berawal dari tkp dengan kondisi tkp yang rusak,tentu akan menyulitkan petugas kepolisian. 
Marilah kita menjadi warga negara yg cerdas,bermatabat dan berempati terhadap hal2 yg mana yg perlu dan tidak diketahui publik agar tidak menjadi polemik.(Agung Inafis)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/agunginafis/keberadaan-publikasi-saat-di-tkp_57e38ed2d192730b3e90761e